Selasa, 30 Oktober 2012

Lanjutan CERPEN BERUBAH


Sial, monster yang tadi menendang Regga, berlari mendekatiku. Aku diam saja, merinding. Saat jarak kami tak kurang dari lima langkah, aku membungkukkan badan, segera berlari. Seetttt, aku berhasil melewati monster, menembus celah di antara kakinya. Aku tidak berhenti berlari. Monster berbalik, mengejarku.
            Di tengah kepanikan, aku berlari menghampiri Regga. Kutarik lengannya sampai tubuhnya ke luar dari kolam. Dengan begini, aku tidak hanya sendirian dikejar monster. Ada Regga yang temaniku berlari.
            “Kamu ini, Fan! Tidak suka lihat teman tenang. Kau pikir enak dikejar-kejar?!” Kukira Regga agak kesal. Aku pura-pura tidak mendengarkan. Kami terus berlari. Namun, kejagoan Regga berlari membuatku tertinggal di belakang.
            Sempat-sempatnya Regga meraih benda-benda di sekitarnya, padahal larinya sangat kencang. Benda yang ia dapat, di lemparnya ke belakang tanpa melihat. Dasar, Regga ceroboh! Kelakuannya memaksaku berlari sembari menghindar.
            “Ga, kalau lempar liat-liat dong!”
            Regga tak menghiraukannya. Ia tidak berhenti melempari monster dan terus salah sasaran. Lebih dari tiga kali aku menjadi korban karena ulahnya. Memang, tidak begitu sakit, karna  yang mengenai tubuhku hanya kaleng minuman. Meski demikian, ini menggangguku berlari.
            

BERSAMBUNG...

Lanjutan CERPEN BERUBAH..


“Ga, aku tahu kau senang sekali, tapi kukira tidak perlu sampai menangis.”
            “Lihat itu!” Telunjuknya mengarah ke monster.
            Ia menatapku lembut. Tak kusangka Regga memelukku.
            “Monster itu,…
            Aku takut, Fandy!” Regga mematahkan dugaanku. Cepat ia melepaskan pelukannya, langsung berlari kocar-kacir.
            Malangnya, guru menarik kerah bajunya bagian belakang. Hebat, Regga  tak mampu berlaku. Alhasil, ia lari di tempat. Dan dengan satu gerakan sangat cepat, tiba-tiba guru membawa Regga ke dekat monster. Lalu guru melepaskan pegangannya  sebelum ia menghilang. Otomatis Regga berhasi lari. Malangnya lagi, tanpa Regga sadari, larinya mengarah ke monster, ia menabrak si monster.
            Sadar yang ditabraknya makhluk mengerikan, Regga menjerit sekenanya, “Fandy, Guru, tttttlooooonggg!”
            Monster itu geram dengan kelakuan Regga. Ditendangnya Regga hingga tubuhnya terombang-ambing di udara. Regga masih saja berteriak. Ia mendarat tepat di samping monster yang satunya. Tatkala bangun, matanya seolah copot melihat yang di sampingnya juga monster.
            “Aaaaaaaaaaaa!!!!!” Regga berteriak lagi, lari lagi, dan monster mengejarnya sembari menyemburkan api. Mereka berlari memutari kolam air mancur. Setiap kali monster menyemburkan api, Regga berteriak sambil ke dua lengannya memegangi bokong.
            Larinya tak  beralih. Ia terus berlari cepat memutari kolam, monster mengejarnya, namun monster jauh lebih cerdas dari pada Regga. Monser memutar arah, dan “ciluk baa!” Regga yang tengah konsentrasi berlari dikejutkan oleh sosok monster yang berdiri di depannya. Belum sempat Regga berteriak, monster membungkamnya lebih dulu. Mulutnya menyemburkan api ke tubuh Regga. Kausnya terbakar. Monster pun pergi sesudah berhasil menyerang mangsanya. Sekejap Regga diam.
            “Awwwww, panas, panas panaaasssss!!!” Ia berteriak lagi. Lengannya dikibas-kibaskan di dekat api yang membakar kausnya. Regga yang panik lupa kalau disampingnya air memancar. Aku yang masih berdiri menikmati kejadian ini, dibuat tidak sanggup menahan tawa. Tetapi, lama-lama aku iba melihatnya.
            “Regga, nyemplung ke kolam!” Giliranku yang berteriak. Tak butuh waktu, Regga menyemplungkan tubuhya ke kolam.
Bersambung...

CERPEN


Berubah!!!!

            Pagi hari kunikmati sarapan sepuluh soal matematika yang memusingkan. Sudah empat puluh menit aku menggeluti soal-soal itu, namun baru tiga soal yang dapat kuselesaikan. Entahlah, untuk orang yang tidak pandai matematika sepertiku, ini sangat sulit dan butuh banyak waktu menyelesaikannya.
Nampaknya, ini pun terjadi pada rekanku sebangku, Regga. Sejak tadi ia hanya memainkan pulpen. Kertas buram yang disediakan guru mata pelajaran untuk mengotret hanya dikotori sekitar dua persennya. Aku yakin, Regga jauh lebih suka bergelut yang sesungguhnya melawan monster-monster pengganggu di alam khayal, karena aku pun merasa demikian.
            Jika diibaratkan, soal matematika bagaikan monster yang menyerang tiada henti, sayangnya kami tak punya daya untuk berubah. Ada energi jahat yang menghalangi kami, pak guru! Kami terjebak dalam keadaan yang amat menyulitkan, terdesak. Ini mirip dengan saat pertama aku dan Regga dibawa ke alam khayal oleh guru.
            Alam khayal terletak antara alam nyata dan alam mimpi. Guru membawa kami ke alam khayal melalui alam mimpi. Ia mengobrak-abrik mimpi kami, lalu menyeret kami ke alam yang lebih dekat dengan alam nyata itu.
            Di sana, kami digiring  ke tempat yang tengah digempur monster-monster. Guru berjanji menjadikan kami super hero untuk melawan monster-monster itu. Jujur, ada kegirangan di hati ini, sebab aku salah satu penggila super hero. Siapa tidak senang jika hanya dalam waktu singkat, seseorang ‘kan menjelma menjadi seperti dambaanya.
            Di luar dugaan, sesampainya di sana, kami diminta melawan monster itu tanpa diberi senjata apa pun. Apa pun. Sementara keselamatan tempat ini ada di tangan kami. Ini benar-benar menantang, menakutkan, dan tentu saja hebat, guru mempercayai tanggung jawab yang sangat besar kepada kami.
            Regga terlihat amat bangga dengan dirinya dan tugas itu. Ia berjalan sok gagah. Tangannya direnggangkan. Dadanya membusung ke depan. Bahasa tubuhnya seolah menyiratkan, “Kemarilah, lawan aku! Ada jagoan hebat menantangmu, dan kau harus siap mati.”
Satu hal yang buatku aneh, begitu kami melihat secara langsung dua monster yang tengah menyerang kota, ekspresi Regga menyikapi kesenangannya kelewat berlebihan. Ia maju ke depan, mulutnya menganga sambil matanya melototi monster-monster mengerikan itu. Aku mendekatinya. Kulihat matanya berair, perlahan bulir-bulir bening menetes dari ke dua pelupuk matanya. Ia mewnangis haru saking senangnya.

Bersambung...